BANDUNG (Pajajaran Ekspres) – Kasus pembobolan yang dilakukan oknum karyawan Bank BJB di Pangandaran mengakibatkan bank daerah tersebut mengalami kerugian hingga Rp 20,7 miliar.
Menanggapi kasus tersebut, Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kantor Regional 2 Jawa Barat, Misran Pasaribu menyatakan, pihaknya sudah meminta Bank BJB melakukan langkah-langkah perbaikan.
Langkah-langkah tersebut diantaranya senantiasa lebih mengawasi aktifitas di khasanah atau ruang tempat penyimpan uang.
“Salah satu langkah yang perlu dilakukan yaitu melakukan cash opname atau audit atau pemeriksaan fisik pada uang kas tunai antara saldo yang terdapat pada catatan akuntansi dengan uang kas yang ada di brankas atau di tangan” ujar misran di Acara Media Update OJK KR 2 di Bandung, Selasa (14/02).
Selain itu, Bank BJB pun diminta selalu melakukan stock opname atau perhitungan stok fisik uang yang disimpan sebelum diedarkan. Dengan begitu, pihak perbankan bisa memitigasi kemungkinan fraud seperti pembobolan kas.
“Kami sudah meminta juga kepada pihak Bank BJB untuk melakukan langkah-langkah perbaikan ke depan, agar senantiasa melakukan pengawasan yang lebih kepada bagaimana aktivitas di khasanah, misalnya melakukan cash opname secara rutin kemudian stock opname jadi supaya bisa diketahui berapa sebenarnya persediaan uang yang ada di khasanah,” ujar Misran.
Misran pun mengatakan, sebenarnya Bank BJB sudah melakukan SOP terkait pemeliharaan kas.
“kami meminta BJB melakukan pendalaman, dan perbaikan terhadap SOP dan pihak BJB sudah merespon arahan dari OJK selaku pengawas” pungkas Misran.
Sementara itu, Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jabar, Achris Sarwani ditemui di lokasi yang sama mengatakan, kekuatan Standar Operasional Prosedur atau SOP menjadi area yang bisa diperbaiki.
“Memang hal tersebut menjadi tanggung jawab internal perbankan. Secara otoritas pengawas perbankan, OJK secara langsung sudah mengambil langkah tertentu agar banknya bisa mengambil solusi. Sebenarnya kekuatan SOP menjadi area yang bisa diperbaiki. Cash opname yang reguler, kemudian sistem pengawasan tunai yang hubungannya dengan Bank Indonesia,” tuturnya.
Achris mengungkapkan, Bank Indonesia memiliki 64 bank di Jabar yang secara langsung mempunyai fungsi pengedaran uang rupiah untuk melakukan penarikan dan setoran.
Menurutnya, cabang-cabang tersebut memiliki stok uang tunai yang bisa disetor ke Bank Indonesia karena ada kelebihan stok dan jika ada masyarakat yang menukar uang rusak, akan terdeteksi di Bank Indonesia jumlah uang yang dimiliki bank secara makro.
Namun, Achris menegaskan, jumlah persediaan uang tunai secara detail hanya diketahui masing-masing bank.
“Mekanisme seperti itu sebenarnya bisa menjadi cek and balance dari mekanisme yang terjadi di bank,” katanya.
Kasus pembobolan di BJB tersebut terjadi sejak tahun 2020. Modusnya, karyawan BJB tersebut mengambil uang pecahan besar di khasanah dan menggantinya dengan nominal kecil.
Akibat pembobolan tersebut, BJB mengalami kerugian 20,7 miliar rupiah. Saat ini, karyawan tersebut sudah dilaporkan dan ditahan di kepolisian.