“Mudah-mudahan nanti peserta bisa mempelajari dan mengikuti dengan sebaik-baiknya program ini, bahkan video saja sudah bisa diedit (direkayasa) untuk menggiring opini,” tambahnya.
Maka, sebagai umat, khususnya warga pesantren harus bersifat wasatiah atau mengambil posisi tengah sehingga tidak mudah terprovokasi dan terpancing.
Namun demikian umat juga harus dapat berpikir jernih dan tetap waspada ketika ada potensi hoaks bahkan adu domba sehingga melakukan pengecekan atau bertabayun saat menerima suatu informasi atau berita itulah yang utama.
Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum mengungkap Kejar Tabbayun sebagai ikhtiar pihak Pemprov Jabar dalam rangka meminimalisir dampak negatif dari dunia digital, khususnya di media sosial.
Menurut Wagub Ruzhanul Ulum, teknologi bila dimanfaatkan dengan baik, maka akan mendatangkan kemaslahatan. Namun sebaliknya kemudaratan juga dapat ditimbulkan tergantung niat penggunanya.
“Maka menihilkan kemudaratan memang sulit, tapi setidaknya kita meminimalkan itu,” ungkap Uu Ruzhanul.
Ia ingin kaum muda di Jabar tidak banyak yang terlibat dalam peredaran hoaks atau berita bohong, apalagi untuk kalangan santri.
“Bohong itu haram, maka dibentengi dengan ilmu yang dipelajari di pesantren dan dilengkapi dengan pengetahuan yang sekarang diberikan oleh Pemda Jabar di hari ini,” ucap Uu.
“Harapannya, ada efek domino sehingga hoaks di Jabar bisa diminimalisir, apalagi sejalan dengan tahun politik,” tambahnya.
“Ini juga ikhtiar agar tidak terjadi perpecahan, gontok-gontokan yang salah satunya disulut berita hoaks,” ujar Uu.
Ketua JSH Alfianto Yustinova menuturkan, Kejar Tabbayun merupakan upaya Pemda Provinsi Jabar dengan memberikan pelatihan kepada santri di Jabar untuk dapat menyaring informasi hingga menangkal hoaks.