Menu

Mode Gelap
Perputaran Ekonomi di West Java Festival 2024 Capai Rp70 Miliar Sekda Herman Suryatman: Fokus pada Program Utama untuk Peningkatan Indeks Kualitas Air Pemprov Jabar – Lembaga Penyiaran Kolaborasi Siap Produksi Bersama Konten Siaran Edukatif untuk Pilkada Anteng BIJB Buka Penerbangan Majalengka – Singapura Bey Machmudin Dorong Kecamatan Jadi Pusat Penggerak Pembangunan Daerah

Religi · 22 Mar 2023 05:00 WIB

(Edisi Ramadhan) Renungan Syukur Ramadhan


					Foto- Ilustrasi (Istimewa) Perbesar

Foto- Ilustrasi (Istimewa)

(EDISI RAMADHAN) — Ramadhan adalah madrasah. Ruang belajar yang harus dimasuki manusia. Ruang didik yang harus diduduki manusia. Di dalamnya, terdapat banyak pelajaran tentang perbaikan diri; tentang pengembangan rasa, dan tentang peluasan persepsi. Dengan menyelaminya, manusia bisa memasuki reaktualisasi diri, yang akan menyegarkan sekaligus membarukan cara kerja jiwanya selama ini.

Hal-hal yang kita sepelekan atau abaikan, tiba-tiba menjadi begitu berharga di bulan penuh berkah ini. Level apresiasi kita bertambah dan meningkat. Hanya saja, peningkatan itu terjadi sesaat dan cenderung tidak dikenali. Setelah berbuka, atau setelah Ramadhan berlalu, peningkatan itu akan terlupakan begitu saja, seperti yang sudah-sudah. Untuk lebih jelas, mari kita bahas bersama.

Baca Juga :  Hari ini dimulai Pemberian Vaksin Polio tipe 2 dengan untuk 3,9 Target Sasaran

Manusia, pada umumnya, adalah makhluk yang mudah takjub dan heran. Akal pikirannya akan bekerja, bertanya-tanya, dan berusaha memahami suatu peristiwa menakjubkan atau benda aneh di depannya. Misalnya, ketika kita pertama kali melihat pesawat terbang, kita takjub dan heran, seakan-akan bertanya, bagaimana mungkin benda sebesar dan seberat itu bisa terbang; bagaimana caranya; siapa yang membuatnya, dan pertanyaan-pertanyaan sejenis lainnya.

Namun, ketika kita sudah sering melihatnya, ketakjuban kita perlahan-lahan memudar, kita tidak lagi menanyakan pertanyaan-pertanyaan seperti itu, bahkan kita tidak lagi mempedulikannya. Dengan demikian, ketakjuban dan daya kritis manusia bisa memudar dengan mudah tanpa perlu mendapatkan jawaban memuaskan.

Baca Juga :  Kemenkes Kirim 65 Tenaga Medis dan 2,5 Ton Logistik Kesehatan Untuk Korban Gempa Turki-Suriah

Selama hal-hal yang ditakjubi dan diherankannya sudah menjadi kebiasaan, dia perlahan-lahan abai akan hal itu. Begitu pun dengan puasa. Ketika kita berpuasa, apresiasi kita terhadap hal-hal yang sering kita abaikan meningkat, seperti terhadap air putih dan nasi misalnya. Kita yang biasanya melihat itu “sepintas lalu” menjadi sangat berharga. Artinya, makanan dan minuman kembali pada nilai asalnya yang berharga.  Karena itu, puasa harus dijadikan titik ulang untuk menyemai kembali rasa syukur kita akan segala sesuatu. Diawali dengan kebutuhan pokok (makanan dan minuman), kemudian berlanjut ke pelbagai hal. Tapi sebelum itu, kita harus memahami terlebih dahulu, apa itu “syukur”.

Artikel ini telah dibaca 80 kali

badge-check

Penulis Berita

Baca Lainnya

Diplomasi Tahu Gejrot Eratkan Hubungan Diplomatik Indonesia – Inggris

24 Agustus 2024 - 12:54 WIB

Bey Machmudin Terima Penghargaan sebagai Kepala Daerah Pendukung Pengelolaan Zakat Terbaik

10 Juli 2024 - 20:00 WIB

Bey Machmudin Syukuri, Pelaksanaan Keberangkatan Jamaah Haji Berjalan Lancar

18 Mei 2024 - 19:55 WIB

Bey Machmudin Minta BIJB Jamin Kenyamanan Jamaah Haji

3 Mei 2024 - 15:15 WIB

Bey Machmudin Sidak BIJB Kertajati, Pastikan Kesiapan Embarkasi Haji

3 Mei 2024 - 15:00 WIB

Bey Machmudin Minta Kenyamanan Jamaah Haji BIJB Kertajati Terjamin

28 April 2024 - 13:04 WIB

Trending di Beranda