Menu

Mode Gelap
PLN Siap Dukung Kesuksesan KTT ASEAN di Labuan Bajo Cangkupan Signifikan, Jabar Optimistis sebagai Provinsi Pertama Bebas Polio PT DI Gelar Ramadhan Fair Dan Edutainment Di Akhir Pekan Ramadhan Pemerintah Mulai Salurkan Bantuan Pangan Beras di Jawa Barat Untuk 4,4 juta KPM Pemkab Sumedang Usulkan Pengelolaan Wisata di Bendungan Sadawarna

Religi · 22 Mar 2023 05:00 WIB

(Edisi Ramadhan) Renungan Syukur Ramadhan


					Foto- Ilustrasi (Istimewa) Perbesar

Foto- Ilustrasi (Istimewa)

(EDISI RAMADHAN) — Ramadhan adalah madrasah. Ruang belajar yang harus dimasuki manusia. Ruang didik yang harus diduduki manusia. Di dalamnya, terdapat banyak pelajaran tentang perbaikan diri; tentang pengembangan rasa, dan tentang peluasan persepsi. Dengan menyelaminya, manusia bisa memasuki reaktualisasi diri, yang akan menyegarkan sekaligus membarukan cara kerja jiwanya selama ini.

Hal-hal yang kita sepelekan atau abaikan, tiba-tiba menjadi begitu berharga di bulan penuh berkah ini. Level apresiasi kita bertambah dan meningkat. Hanya saja, peningkatan itu terjadi sesaat dan cenderung tidak dikenali. Setelah berbuka, atau setelah Ramadhan berlalu, peningkatan itu akan terlupakan begitu saja, seperti yang sudah-sudah. Untuk lebih jelas, mari kita bahas bersama.

Baca Juga :  Munadi Herlambang: Jasaraharja dan IT Del Wujudkan Disrupsi Digital Utk Pencegahan Kecelakaan Lalu Lintas Melalui Kompetisi AI/ML

Manusia, pada umumnya, adalah makhluk yang mudah takjub dan heran. Akal pikirannya akan bekerja, bertanya-tanya, dan berusaha memahami suatu peristiwa menakjubkan atau benda aneh di depannya. Misalnya, ketika kita pertama kali melihat pesawat terbang, kita takjub dan heran, seakan-akan bertanya, bagaimana mungkin benda sebesar dan seberat itu bisa terbang; bagaimana caranya; siapa yang membuatnya, dan pertanyaan-pertanyaan sejenis lainnya.

Namun, ketika kita sudah sering melihatnya, ketakjuban kita perlahan-lahan memudar, kita tidak lagi menanyakan pertanyaan-pertanyaan seperti itu, bahkan kita tidak lagi mempedulikannya. Dengan demikian, ketakjuban dan daya kritis manusia bisa memudar dengan mudah tanpa perlu mendapatkan jawaban memuaskan.

Baca Juga :  Poin-Poin Penting Kebijakan Haji 2023, Mulai Biaya sampai Masa Tinggal Jamaah

Selama hal-hal yang ditakjubi dan diherankannya sudah menjadi kebiasaan, dia perlahan-lahan abai akan hal itu. Begitu pun dengan puasa. Ketika kita berpuasa, apresiasi kita terhadap hal-hal yang sering kita abaikan meningkat, seperti terhadap air putih dan nasi misalnya. Kita yang biasanya melihat itu “sepintas lalu” menjadi sangat berharga. Artinya, makanan dan minuman kembali pada nilai asalnya yang berharga.  Karena itu, puasa harus dijadikan titik ulang untuk menyemai kembali rasa syukur kita akan segala sesuatu. Diawali dengan kebutuhan pokok (makanan dan minuman), kemudian berlanjut ke pelbagai hal. Tapi sebelum itu, kita harus memahami terlebih dahulu, apa itu “syukur”.

Artikel ini telah dibaca 20 kali

badge-check

Penulis Berita

Baca Lainnya

(Edisi Ramadhan) 3 Hadits Shahih tentang Dosa yang Menghilangkan Pahala Puasa 

7 April 2023 - 13:08 WIB

Ragam Pengertian Harum Mulut Orang Puasa dalam Hadits

2 April 2023 - 04:26 WIB

(Edisi Ramadhan) 5 Upaya Tobat dari Menggosip Orang DI Bulan Suci Ramadhan

1 April 2023 - 04:16 WIB

Meraih Faidah Puasa dalam Aspek Agama, Sosial, dan Kesehatan

31 Maret 2023 - 10:07 WIB

(Edisi Ramadhan) Keistimewaan bagi Para Penimba Ilmu di Bulan Ramadhan

24 Maret 2023 - 05:27 WIB

(Edisi Ramadhan) Renungan Sabar Di Bulan Suci Ramadhan

23 Maret 2023 - 11:24 WIB

ramadhan
Trending di Religi